Figur
FEAR OF CRIME DAN PENANGGULANGANNYA

Tiga pelajar di Yogyakarta menjadi korban penyayatan oleh pemotor tak dikenal. Waktu dan lokasi kejadian berbeda. Karena peristiwa itu, warga di sana menjadi resah. Mereka takut mengalami kejadian serupa, yakni tangan disayat pakai silet atau cutter oleh pemotor sambil berlalu. Salah satu yang takut adalah pemotor yang merupakan warga Kota Yogyakarta, Agung Wijaya. Ia mengaku tidak nyaman usai mengetahui kejadian itu.
"Resah banget, kemarin saya dapat info berita itu. Apalagi sebelumnya juga marak berita pembacokan, ya itu semua mengganggu mas,” ujarnya, Rabu (27/4/2016)
Diberitakan dalam salah satu Koran Yogyakarta. Kejadian lain yang tidak kalah meresahkan masyarakat adalah teror penembakan di jalanan Magelang yang juga baru-baru ini terjadi. Polisi diharapkan mencermati dan mengungkap teror penembakan di jalanan Magelang dan teror penyayatan dengan cutter di jalanan Yogyakarta tersebut.
Dua kejadian tersebut sempat diberitakan oleh hampir semua Media Nasional dan lokal baik media cetak, maupun elektronik dan hal tersebut jelas membuat sebagian besar masyarakat menjadi resah dan takut. Kejadian diatas dapat menggambarkan situasi dimana masyarakat dihinggapi perasaaan Fear of Crime atau ketakutan terhadap kejahatan yang sewaktu-waktu akan mengancam dirinya.
Kejadian tersebut diatas menimbulkan trauma, yang pada akhirnya secara tidak langsung dapat merugikan perkembangan dan kegiatan ekonomi yang tengah berkembang. The Fear Of Crime (Rasa Takut Terhadap Kejahatan) dapat berwujud : takut keluar rumah, takut diserang di rumah, takut jalan malam, dan lain-lain.
Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain : Mengetahui orang lain jadi korban (vicarious victimization) yang diperbesar oleh media massa, Rasa takut yang berlebihan (inordinate level of fear) dari kelompok tertentu (manula & wanita) yang berpotensi menjadi korban kejahatan, Tidak tertib sosial & penurunan komunitas (terganggunya kohesi sosial, ketidak pastian, suasana memburuk, rasial, situasi tak terkendali, dan lain-lain), Actual level of crime in society (Jumlah korban kejahatan (personal & property), Publikasi yang berlebihan tenang kejahatan di media massa.
Dengan adanya fenomena tersebut, dapat dikatakan bahwa kejahatan penyayatan dan penembakan oleh orang yang tidak dikenal dan terjadi di jalan umum di waktu yang umum pula tersebut tidak dapat dianggap sebagai peristiwa kriminal biasa karena dampak psikososial yang ditimbulkan bagi masyarakat sangat besar. Masyarakat merasa sekarang ini kehilangan rasa aman atau setidaknya rasa aman tengah mencapai titik nadir dan yang muncul adalah perasaan waswas dan tidak tenang. Ketakutan warga masyarakat terhadap meningkatnya kuantitas dan kualitas kejahatan sudah menjadi sebuah epidemi. Setiap terjadi adanya kejahatan tertentu, masyarakat akan mengalami rasa ketakutan akan kejahatan dan merasa tidak terlindungi oleh aparat penegak hukum dalam hal ini aparat kepolisian. Ketakutan masyarakat inilah yang menyebabkan masyarakat berharap banyak pada tindakan antisipasi aparat penegak hukum terutama polisi untuk menjamin perlindungan bagi masyarakat.
Analisis Kasus Fear of Crime Berbasis Gender
Dari contoh kejadian di atas yang memfokuskan pada korban wanita, dapat dilihat bahwa kejahatan tersebut dinilai tidak hanya menyinggung masyarakat pada umumnya, tetapi dampak spesifik yaitu terutama kepada mahasiwi dan pelajar pada khususnya. Dari kasus penyayatan tersebut ternyata dapat berdampak pada takut akan kejahatan yang berbasis gender, dimana korban yang dianggap rentan kejahatan oleh masyarakat, yaitu perempuan dan jelas menjadi lebih mendapatkan dampak takut yang lebih besar daripada laki-laki.
Seperti pernyataan Lies Maharani, dalam sebuah media, menurutnya saat pulang kampus malam hari, rasa takut selalu ada. “Jadi suka takut aja kalau jalan sendiri. Pada konteks fear of crime ini sebenarnya selain dari penulis melihat adanya kerentanan perempuan yang dianggap oleh masyarakat sebagai korban potensial, penulis juga melihat adanya peranan media, baik sebelum adanya kasus tersebut hingga kasus ini dimunculkan di beberapa media. Dengan adanya persepsi, dimana masyarakat berpendapat bahwa perempuan dianggap lemah, target potensial kejahatan, subordinat, dan lain-lain. Hal inilah yang menjadikan perempuan tersebut rentan.
Dalam konteks lingkungan dan kondisi yang sangat mendukung terjadinya suatu tindak kejahatan, seperti lampu mati dan lingkungan yang sepi khususnya pada malam hari.
Polisi seharusnya berbuat apa?
Polisi sebagai penegak hukum, dalam rangka mengatasi aksi kejahatan yang terjadi dapat mengembangkan strategi antara lain : Pertama, berupaya mengurangi kemungkinan terjadinya kejahatan berupa pencegahan seperti kegiatan razia rutin baik terhadap senjata api, memeriksa kepemilikan surat kendaraan bermotor, menempatkan personel kepolisian di tempat-tempat rawan dan berbagai upaya untuk mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan untuk beraksi.
Kedua, mengendalikan kejahatan dan meningkatkan kemungkinan pengungkapan kejahatan serta memperluas efektivitas penjeraan (deterence) terhadap pelaku. Kemampuan profesional dan teknologi untuk mengungkap kejahatan harus dimiliki oleh polisi mengingat semakin canggih modus operandi pelaku.
Ketiga, memperbaiki dan meningkatkan kemampuan unsur-unsur sistem peradilan pidana dalam menangani pelaku kejahatan. Sinergi antara kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan sangat perlu untuk menuntaskan proses hukum pelaku kejahatan.
Secara teoritis, strategi dalam mencegah dan menanggulangi kriminalitas pada umumnya perlu dilandasi beberapa pertimbangan ; Pertama, sifat, intensitas, frekuensi, dan luas kejahatan dalam masyarakat. Kedua, faktor-faktor sosio kultural, interaksi, pencetus dan reaksi sosial yang melatarbelakangi pelaku kejahatan baik pelaku kejahatan kali pertama (first-crime) maupun karier (residivis). Ketiga, pemahaman tipologi kejahatan yang didasarkan pada peranan, kesinambungan pelaku, identitas dan konsep diri, cara melakukan, pengelompokan pelaku, dan karier pelakunya.
Keempat, sifat dan luas reaksi sosial dari masyarakat termasuk sikap dan pandangan masyarakat terhadap derajat keseriusan kejahatan, citra penegak hukum, serta pola tindakan warga terhadap peristiwa kejahatan. (*)
Penulis :
Mantan Kasat Reskrim Kota Tangerang, Kompol Arman, SIK, MSi - Pasis Sespimmen 56

- Pemkot Tangerang Butuh 5.508 CPNS
- Pembunuh Eno Segera Disidang
- Warem Dibongkar Mucikari Tertipu Puluhan Juta
- Kabupaten Tangerang Raih Opini WTP ke 8 Kali Berturut-turut
- Zaki Lantik Pengurus PMI Kecamatan